Kamis, 10 Desember 2015

Puisi KH Mustofa Bisri ( Gus Mus )


Aku pergi Tahlil…kau bilang amalan jahil…

Aku baca Shalawat Burdah…kau bilang itu Bid’ah…

Lalu aku harus bagaimana…???


Aku Bertawassul dengan baik…kau bilang aku Musyrik…

Aku ikut Majelis Dzikir…kau bilang aku Kafir…

Lalu aku harus bagaimana…???


Aku Shalat pakai Lafadz Niat…kau bilang aku Sesat…

Aku mengadakan Maulid…kau bilang tak ada Dalil yang Valid…

Lalu aku harus bagaimana…???


Aku Gemar Berziarah…kau bilang aku Alap-Alap Berkah…

Aku mengadakan Selamatan…kau bilang aku Pemuja Setan…

Lalu aku harus bagaimana…???


Aku pergi Yasinan…kau bilang itu tak Membawa Kebaikan…

Aku ikut Tasawuf Sufi…malah kau suruh aku Menjauhi…

Ya Sudahlah….aku ikut kalian..


Kan kupakai Celana Cingkrang….agar kau senang…

Kan kupanjangkan Jenggot…agar dikira berbobot…

Kan kuhitamkan Jidat…agar dikira Ahli Ijtihad…

Aku kan sering Menghujat…biar dikira Hebat…

Aku kan sering Mencela…biar dikira Mulia….

Ya Sudahlah….Aku pasrah pada Tuhan… Yang kusembah..

Lalu kau nyembah Tuhan yang mana...?

Selasa, 24 November 2015

Sahabat Anas bin Malik r.a. meriwayatkan.

Suatu hari Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pergi ke luar untuk melaksanakan shalat 'Idul Fitri. Kemudian beliauShalallahu 'Alaihi Wasallam menyaksikan anak-anak yang tengah bermain bersuka cita menyambut hari raya. Di antara anak-anak yang sedang bermain, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam mendapati seorang anak tengah bersedih duduk sendiri sambil menundukkan kepalanya. Pakaian yang dikenakannnya sangat tidak layak untuk dipakai anak-anak seusianya yang di hari itu pasti menginginkan pakaian yang bagus dan tentunya juga baru.Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam pun menghampiri anak itu dan dengan lembut membelai rambutnya yang kusam. Lalu Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam bertanya, “Wahai Anakku, apa gerangan yang membuatmu bersedih di saat orang-orang lain sedang bersuka cita?”Dengan berlinang air mata anak kecil itu menjawab, “Ya Rajul (wahai lelaki), ayahku telah mati syahid di medan pertempuran bersama Rasulullah. Ibuku telah menikah lagi. Ayah tiriku merampas harta peninggalan ayahku, kemudian ia mengusirku. Sehingga kini aku tak punya apa-apa lagi, baik makanan, minuman, pakaian, apalagi tempat tinggal.”Anak itu masih menunduk dan menangis, tidak menyadari bahwa yang ada di hadapannya adalah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam.“Hari ini kusaksikan teman-temanku bersuka cita karena mereka memiliki ayah…. Sedangkan aku…?” lanjutnya dengan penuh kesedihan.Demi mendengar penuturannya, Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam serta-merta mendekap anak itu seraya berkata, “Wahai anakku, maukah engkau jika aku jadi ayahmu, Aisyah jadi ibumu, Fatimah jadi kakakmu, Ali jadi pamanmu, serta Hasan dan Husain menjadi saudara-saudaramu?”Anak itu terkejut lalu menengadahkan kepalanya. Barulah ia tahu bahwa lelaki yang mendekapnya ternyata adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam.“Tidak ada alasan bagiku untuk tidak mau wahai Rasulullah,” jawab anak itu dengan penuh kegirangan.Selanjutnya Rasulullah Shalallahu 'Alaihi Wasallam mengajak anak itu ke kediamannya, kemudian meminta kepada Aisyah untuk memandikannya, memberinya pakaian yang bagus serta aneka makanan yang lezat.Anak kecil yang tadi berpakain lusuh dan berwajah kusam itu kini terlihat bersih dan ceria, rambutnya tersisir rapi dan mengenakan pakaian yang bagus pula. Ia lalu pergi ke luar dengan riang gembira. Teman-temanya yang sedang bermain terkejut dan menjadi heran dengan penampilannya yang telah berubah.“Tadi kau bersedih, kenapa sekarang kau tampak gembira?” Tanya salah seorang dari mereka.“Tadi aku lapar, tapi sekarang perutku telah kenyang. Kalian lihat tadi aku berpakaian jelek, tapi sekarang telah kukenakan pakaian yang bagus. Kalian tahu kalau aku tidak mempunyai ayah, tapi kini Rasulullah telah menjadi ayahku, Aisyah menjadi ibuku, Fatimah menjadi kakakku, Ali jadi pamanku, sedangkan Hasan dan Husain menjadi saudara-saudaraku…” matanya berkaca-kaca. “Dengan semua itu, tidakkah aku pantas bergembira di hari raya ini?“ serunya dengan rona muka penuh bahagia.

Senin, 26 Oktober 2015

AYO TAHLILAN,TAHLILAN ORA BID'AH KOK.






WAHABI: “Apa dalil yang Anda gunakan dalam Tahlilan, sehingga komposisi bacaannya beragam atau campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an, sholawat dan lain-lain?”


SUNNI: “Mengapa Anda menanyakan dalil? Apa pentingnya dalil bagi Anda, sedang Anda tidak mau Tahlilan?”


WAHABI: “Kalau Tahlilan tidak ada dalilnya berarti bid’ah donk. Jangan Anda lakukan!”


SUNNI: “Sekarang saya balik tanya, adakah dalil yang melarang bacaan campuran seperti Tahlilan?”


WAHABI: “Ya tidak ada.”


SUNNI: “Kalau tidak ada dalil yang melarang, berarti pendapat Anda yang membid’ahkan Tahlilan jelas bid’ah. Melarang amal shaleh yang tidak dilarang dalam agama.

Kalau Anda tidak setuju dengan komposisi bacaan dalam Tahlilan, sekarang saya tanya kepada Anda, bacaan dalam sholat itu satu macam atau campuran?”


WAHABI: “Ya, campuran dan lengkap.”


SUNNI: “Berarti bacaan campuran itu ada contohnya dalam agama, yaitu sholat. Kalau begitu mengapa Anda masih tidak mau Tahlilan?”


WAHABI: “Kalau sholat kan memang ada tuntunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Kalau campuran dalam Tahlilan kan tidak ada tuntunan?”


SUNNI: “Itu artinya, agama tidak menafikan dan tidak melarang dzikir dengan komposisi campuran seperti Tahlilan, dan dicontohkan dengan sholat. Sedangkan pernyataan Anda, bahwa dzikir campuran di luar sholat seperti Tahlilan, tidak ada dalilnya, itu karena Anda baru belajar ilmu agama. Coba perhatikan hadits ini:


عَنْ أَنَسٍ رضي الله عنه عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ للهِ سَيَّارَةً مِنَ الْمَلاَئِكَةِ يَطْلُبُوْنَ حِلَقَ الذِّكْرِ فَإِذَا أَتَوْا عَلَيْهِمْ وَحَفُّوْا بِهِمْ ثُمَّ بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ إِلىَ السَّمَاءِ إِلَى رَبِّ الْعِزَّةِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فَيَقُوْلُوْنَ : رَبَّنَا أَتَيْنَا عَلىَ عِبَادٍ مِنْ عِبَادِكَ يُعَظِّمُوْنَ آَلاَءَكَ وَيَتْلُوْنَ كِتَابَكَ وَيُصَلُّوْنَ عَلىَ نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَيَسْأَلُوْنَكَ لآَخِرَتِهِمْ وَدُنْيَاهُمْ فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَيَقُوْلُوْنَ : يَا رَبِّ إِنَّ فِيْهِمْ فُلاَناً الْخَطَّاءَ إِنَّمَا اعْتَنَقَهُمْ اِعْتِنَاقًا فَيَقُوْلُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : غَشُّوْهُمْ رَحْمَتِيْ فَهُمُ الْجُلَسَاءُ لاَ يَشْقَى بِهِمْ جَلِيْسُهُمْ . (رواه البزار قال الحافظ الهيثمي في مجمع الزوائد: إسناده حسن، والحديث صحيح أو حسن عند الحافظ ابن حجر، كما ذكره في فتح الباري 11/212)


“Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki para malaikat yang selalu mengadakan perjalanan mencari majelis-majelis dzikir. Apabila para malaikat itu mendatangi orang-orang yang sedang berdzikir dan mengelilingi mereka, maka mereka mengutus pemimpin mereka ke langit menuju Tuhan Maha Agung – Yang Maha Suci dan Maha Luhur. Para malaikat itu berkata: “Wahai Tuhan kami, kami telah mendatangi hamba-hamba-Mu yang mengagungkan nikmat-nikmat-Mu, menbaca kitab-Mu, bershalawat kepada nabi-Mu Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan memohon kepada-Mu akhirat dan dunia mereka.” Lalu Allah menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku.” Lalu para malaikat itu berkata: “Di antara mereka terdapat si fulan yang banyak dosanya, ia hanya kebetulan lewat lalu mendatangi mereka.” Lalu Allah – Yang Maha Suci dan Maha Luhur - menjawab: “Naungi mereka dengan rahmat-Ku, mereka adalah kaum yang tidak akan sengsara orang yang ikut duduk bersama mereka.” (HR. al-Bazzar. Al-Hafizh al-Haitsami berkata dalam Majma’ al-Zawaid [16769, juz 10, hal. 77]: “Sanad hadits ini hasan.” Menurut al-Hafizh Ibnu Hajar, hadits ini shahih atau hasan).


Hadits di atas menjadi dalil keutamaan dzikir berjamaah, dan isi bacaannya juga campuran, ada dzikir, ayat-ayat al-Qur’an dan sholawat.”


WAHABI: “Owh, iya ya.”


SUNNI: “Makanya, jangan suka usil. Belajar dulu yang rajin kepada para Kiai dan ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah. Jangan belajar kepada kaum Wahabi yang sedikit-sedikit bilang bid’ah dan syirik.”


WAHABI: “Terima kasih”.


SUNNI: “Menurut Anda, Syaikh Ibnu Taimiyah itu bagaimana?”


WAHABI: “Beliau Syaikhul-Islam di kalangan kami yang Anda sebut Wahabi. Pendapat beliau pasti kami ikuti.”


SUNNI: “Syaikh Ibnu Taimiyah justru menganjurkan Tahlilan dalam fatwanya. Beliau berkata:


وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟" فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ ( وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك )... وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا. (مجموع فتاوى ابن تيمية، ٢٢/٥٢٠).


“Ibnu Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.?” Lalu Ibn Taimiyah menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah amal shaleh, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan tradisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).


Pernyataan Syaikh Ibnu Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi tahlilan adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.


WAHABI: “Lho, ternyata beliau juga menganjurkan Tahlilan ya. Owh terima kasih kalau begitu. Sejak saat ini, saya akan ikut jamaah Yasinan dan Tahlilan. Ternyata ajaran Wahabi tidak punya dalil, kecuali hawa nafsu yang selalu mereka ikuti.”


Ust Muhammad Idrus Ramli

Jumat, 23 Oktober 2015

KALO ULAMA ASWAJA YG MEMBELA TAHLILAN ,itu sih BIASA,, tapi kalo PANUTAN/ GURU DARI GURU GURUnya WAHABY YANG membela TAHLILAN,,itu baru LUARARRRRRR BIASA



Fenomena bahwa Tahlilan telah berkembang sejak abad pertengahan, diterangkan oleh Al Mujassimah Ibnu Taimiyah dalam fatwanya:
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم؟" فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ قَالَ : ( إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ ) وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ ( وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك )... وَأَمَّا مُحَافَظَةُ الْإِنْسَانِ عَلَى أَوْرَادٍ لَهُ مِنْ الصَّلَاةِ أَوْ الْقِرَاءَةِ أَوْ الذِّكْرِ أَوْ الدُّعَاءِ طَرَفَيْ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنْ اللَّيْلِ وَغَيْرُ ذَلِكَ : فَهَذَا سُنَّةُ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِ اللهِ قَدِيمًا وَحَدِيثًا. (مجموع فتاوى ابن تيمية، ٢٢/٥٢٠).
“Ibn Taimiyah ditanya, tentang seseorang yang memprotes ahli dzikir (berjamaah) dengan berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan menutup dzikirnya dengan al-Qur’an, lalu mendoakan kaum Muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.?”

Lalu Ibn Taimiyah menjawab: “Berjamaah dalam berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan berdoa adalah AMAL SHALEH, termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu. Dalam Shahih al-Bukhari, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki banyak Malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka bertemu dengan sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah, maka mereka memanggil, “Silahkan sampaikan hajat kalian”, lanjutan hadits tersebut terdapat redaksi, “Kami menemukan mereka bertasbih dan bertahmid kepada-Mu”… Adapun memelihara rutinitas aurad (bacaan-bacaan wirid) seperti shalat, membaca al-Qur’an, berdzikir atau berdoa, setiap pagi dan sore serta pada sebagian waktu malam dan lain-lain, hal ini merupakan TRADISI Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan hamba-hamba Allah yang saleh, zaman dulu dan sekarang.” (Majmu’ Fatawa Ibn Taimiyah, juz 22, hal. 520).
Pernyataan Syaikh Ibn Taimiyah di atas memberikan kesimpulan bahwa dzikir berjamaah dengan komposisi bacaan yang beragam antara ayat al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, shalawat dan lain-lain seperti yang terdapat dalam tradisi TAHLILAN adalah amal shaleh dan termasuk qurbah dan ibadah yang paling utama dalam setiap waktu.

Ibnu Taimiyah tidak melarang melakukan Tahlilan secara RUTIN. Beliau hanya menganjurkan, agar jangan TERLALU RUTIN saja, yakni melakukan Tahlilan kok rutin seperti menunaikan shalat berjamaah lima waktu. Dalam hal ini, Ibnu Taimiyah tidak mengharamkan atau melarang Tahlilan secara RUTIN. 3) Anjuran Ibnu Taimiyah tersebut agar Tahlilan tidak terlalu rutin, jelas tidak ada dasarnya. Murni pendapat pribadi Ibnu Taimiyah.”
WAHABI: “Masalahnya Tahlilan belum ada pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.”
SUNNI: “Walaupun Tahlilan belum ada pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri menganggapnya sebagai amal saleh dalam setiap waktu. Kalau sudah amal saleh, mengapa tidak dirutinkan saja? Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « أحب الأعمال إلى الله أدومها ، وإن قل »
“Aisyah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Amal (saleh) yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan paling RUTIN, meskipun sedikit”. (HR. al-Bukhari [6100], Muslim [783], Ahmad [25356], dan al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra [4342]).
Pandangan Ibnu Taimiyah bahwa amal saleh yang tidak ada pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak boleh diRUTINkan, jelas tidak berdalil. Dan dalil hadits, justru sebaliknya, menganjurkan diRUTINkan. Pandangan tersebut bertentangan dengan rutinitas Imam Ahmad bin Hanbal dan Syaikh Ibnu Taimiyah sendiri. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rutin mendoakan gurunya dalam shalat sebagaimana diriwayatkan oleh al-Hafizh al-Baihaqi berikut ini:
قَالَ اْلإِمَامُ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ: إِنِّيْ لأَدْعُو اللهَ لِلشَّافِعِيِّ فِيْ صَلاَتِيْ مُنْذُ أَرْبَعِيْنَ سَنَةً، أَقُوْلُ: اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِمُحَمَّدِ بْنِ إِدْرِيْسَ الشَّافِعِيِّ. (الحافظ البيهقي، مناقب الإمام الشافعي، 2/254).
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).
Doa seperti itu sudah pasti tidak pernah dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, para sahabat dan tabi’in. Tetapi al-Imam Ahmad bin Hanbal melakukannya selama empat puluh tahun secara rutin.

MEMBIASAKAN YASINAN DI MALAM JUM'AT INSYAALLAH JUSTRU BISA MENYEBABKAN SURGA DI RIDHOI ALLAH UNTUK KITA ... smile emotikon



MEMBIASAKAN YASINAN DI MALAM JUM'AT INSYAALLAH JUSTRU BISA MENYEBABKAN SURGA DI RIDHOI ALLAH UNTUK KITA ... smile emotikon

JIKA HAL ITU KARENA CINTANYA PADA IBADAH ITU MAKA ITU AKAN MEMBUATNYA MASUK SORGA( Al Hafidz Ibnu Hajar al Atsqolani)

=========================================================

“Barangsiapa membaca (surat) Yasin pada malam hari dengan mengharap keridoan Allah, ia akan diampuni (dosanya).”


Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam “Shahih”nya, Ibnus Sunni dalam “Amalul Yaumi wal Lailah”, Al Baihaqi dalam “Syuabul Iman” dan lain-lain.


Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya tentang hadits ini, “Sanadnya bagus.”


Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya “Nataijul Afkar fi Takhriji Ahaditsil Adzkar” berkata tentang hadits tersebut:


هذا حديث حسن


“Ini adalah hadits hasan.”


Imam Suyuthi mengatakan tentang hadits ini:


هذا إسناد على شرط الصحيح


“Ini adalah sanad yang sesuai standar shahih.” (Sumber: Kitab “Al-La’ali Al-Mashnu’ah” karya Imam Suyuthi)


Imam Syaukani berkata:


حديث من قرأ يس ابتغاء وجه الله غفر له رواه البيهقي عن أبي هريرة مرفوعا وإسناده على شرط الصحيح وأخرجه أبو نعيم وأخرجه الخطيب فلا وجه لذكره في كتب الموضوعات


“Hadits: Barangsiapa membaca Yasin dengan mengharap ridho Allah, ia akan diampuni. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Hurairah secara marfu’ dan sanadnya sesuai standar Shahih. Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dan Al-Khathib. Maka, tidak ada alasan memasukkan hadits tersebut ke dalam kitab hadits-hadits maudhu’ (palsu).”


(Sumber: Al-Fawaid Al-Majmu’ah karya Imam Syaukani 1/303 Bab Fadhlul Qur’an, Maktabah Syamilah)


Kedua: “Bacakanlah surat Yasin atas orang yang hampir mati di antara kamu.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban. (Bulughul Maram karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani)


Imam Syaukani berkata dalam “Al-Fathur Rabbani” tentang hadits tersebut:


والتنصيص على هذه السورة إنما هو لمزيد فضلها وشرفها


“Disebutkannya nama surat tersebut hanya dikarenakan oleh adanya keutamaan dan kemuliaan yang lebih padanya.”


Apakah itu mencakup orang yg hampir mati saja ato termasuk yg sudah mati?


Dalam At-Taysiir, Al-Munawi berkata:


وفي رواية ذكرها ابن القيم عند ( موتاكم ) أي من حضره الموت من المسلمين لأنّ الميت لا يقرأ عليه


“..dalam riwayat yang disebutkan Ibnul Qayyim: yang dimaksud “mautakum” adalah muslim yang akan meninggal dunia, karena mayyit tidak perlu lagi dibacakan.”


Kemudian beliau mengatakan:


أو المراد اقرؤها عليه بعد موته والأولى الجمع


“Atau bisa juga maksudnya adalah bacakanlah setelah kematiannya. Yang paling utama adalah digabungkan.”


Berarti dibaca sebelum dan setelah meninggal. Wallahu a’lam.


قال ابن القيم وخص يس لما فيها من التوحيد والمعاد والبشرى بالجنة لأهل التوحيد وغبطة من مات عليه لقوله يا ليت قومي يعلمون


Ibnul Qayyim mengatakan, “Dikhususkannya Yasin karena di dalamnya terkandung ajaran tauhid, tempat kembali, berita gembira tentang surga untuk ahli tauhid dan kegembiraan orang yang meninggal di atas tauhid karena firman-Nya, “Seandainya kaumku mengetahui…” (At-Taysiir 1/390)

——————————————————-

“Barangsiapa membaca (surat) Yasin pada malam hari dengan mengharap keridoan Allah, ia akan diampuni (dosanya).”


Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam “Shahih”nya, Ibnus Sunni dalam “Amalul Yaumi wal Lailah”, Al Baihaqi dalam “Syuabul Iman” dan lain-lain.


Imam Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya tentang hadits ini, “Sanadnya bagus.”


Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya “Nataijul Afkar fi Takhriji Ahaditsil Adzkar” berkata tentang hadits tersebut:


هذا حديث حسن


“Ini adalah hadits hasan.”


Imam Suyuthi mengatakan tentang hadits ini:


هذا إسناد على شرط الصحيح


“Ini adalah sanad yang sesuai standar shahih.” (Sumber: Kitab “Al-La’ali Al-Mashnu’ah” karya Imam Suyuthi)


Imam Syaukani berkata:


حديث من قرأ يس ابتغاء وجه الله غفر له رواه البيهقي عن أبي هريرة مرفوعا وإسناده على شرط الصحيح وأخرجه أبو نعيم وأخرجه الخطيب فلا وجه لذكره في كتب الموضوعات


“Hadits: Barangsiapa membaca Yasin dengan mengharap ridho Allah, ia akan diampuni. Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari Abu Hurairah secara marfu’ dan sanadnya sesuai standar Shahih. Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dan Al-Khathib. Maka, tidak ada alasan memasukkan hadits tersebut ke dalam kitab hadits-hadits maudhu’ (palsu).”

————————————————————–

Ada lebih dari 10 hadis shahih menjelaskan keutamaan surat yasin, dan ratusan hadits dhoif yg menyebutkannya pula, maka keutamaannya sudah masyhur bagi mereka yg memahami ilmu hadits.

___________________________________________________________

BAGAIMANA JIKA DI BIASAKAN PADA MALAM TERTENTU ?? BUKANKAH INI BID'AH ?? (kata cah wahaby qornussyaithon,,)

dalam penggalan Hadits ttg shohabat yg membiasakan membaca surat tertentu....

Rasul saw menjawab : Cintamu pada surat al ikhlas akan membuatmu masuk sorga! (Shahih Bukhari Bab Adzan).


AlHafidh Al Imam Ibn Hajar ALAsqalaniy dalam kitabnya Fathul Baari Bisyarah shahih Bukhari mensyarahkan makna hadits ini beliau berkata : “pada riwayat ini menjadi dalil diperbolehkannya mengkhususkan sebagian surat Alqur’an dengan keinginan diri padanya, dan memperbanyaknya dg kemauan sendiri, dan tidak bisa dikatakan bahwa perbuatan itu telah mengucilkan surat lainnya” (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 3 hal 150 Bab Adzan.


jelaslah sudah kebodohan akan ilmu hadits, bahwa Rasul saw tak pernah melarang seseorang mengkhususkan ALqur’an atau lainnya dari beragam ibadah untuk dibaca disuatu waktu atau tempat, bahkan JIKA HAL ITU KARENA CINTANYA PADA IBADAH ITU MAKA ITU AKAN MEMBUATNYA MASUK SORGA, demikian kabar gembira dari Rasulullah saw.


Sabda Rasulullah saw : Sebesar besar kejahatan muslimin pada muslimin lainnnya adalah yg bertanya tentang sesuatu yg tak diharamkan, menjadi diharamkan Karena sebab pertanyaannya” (Shahih Muslim)