Kamis, 26 Juli 2012



                                    Belajar Dari Kerendahan Hati Iblis




Benci, tidak ada yang layak kita benci. Kemunafikan, kekafiran dan kecemburuan jangan dijadikan alasan untuk membenci.
Nawawi menyatakan boleh melaknat sebuah komunitas dengan syarat memenuhi kriterianya. Ada hadis-hadis sahih yang menguatkan argumen ini dimana Rasulullah pernah langsung memberikan laknat kepada satu golongan tertentu. Seperti : melaknat para penyuap dan orang-orang yang disuap.
Ghazali berdalih lain, dia menyatakan bahwa dibolehkannya melaknat orang lain dikhususkan untuk Rasulullah. Karena Rasul adalah orang suci yang mengetahui akhir kisah kehidupan seseorang, apakah orang itu akan mati dalam keadaan bad atau happy ending, sementara manusia biasa tidak bisa mengetahui itu dan hanya menerka-nerka.
Laknat adalah sebuah sumpah, agar orang yg disumpahnya dijauhkan dari rahmat Allah. Klaim laknat biasanya diucapkan kepada sesorang yang terjerumus dalam kubangan dosa besar. Sayangnya sekarang penggunaan kata laknat sering terjadi jika kita secara pribadi diserang  dijelek-jelekkan oleh pihak-pihak lain dan bukan karena membela kesucian sebuah agama.
Memahami diri saja sulit dan jarang orang yang menyanggupinya. Bagaimana mungkin kita selalu memaksa diri untuk memahami orang lain dan menyalahkan fikiran mereka? wajar jika ada ucapan bijak : barangsiapa telah mengenal hakiat dirinya sendiri niscaya ia telah mengenal Tuhannya.
Ada beberapa teori antisipasi agar kita tidak mudah terjebak pada sebuah konflik tak berujung. Dan yang paling penting adalah ketika seseorang melihat temannya salah, maka pandanglah ia dengan pandangan ridho (terima kesalahannya, mungkin saja dia khilaf atau tidak sengja). Sebaliknya jika kita melihat diri kita sendiri yang melakukan kesalahan, pandanglah dengan sinis ‘Sukht’ ( jangan trima dan usahakan kita menghukum diri kita sendiri dengan tanpa ampun).
Memahami orang lain dengan latar belakang apapun memang harus dengan jalan kasih sayang dan penuh keridlhoan. Ketika kita dihujat diserang dan diinjak-injak sekalipun. Doakanlah orang-orang yang salah secara lahir atau doakan orang-orang yang dzalim kepada kita dengan doa-doa yang baik, seperti ketika dakwah Nabi ditolak mentah-mentah bahkan disakiti oleh penduduk daerah Thaif. “Ya Allah, berikanlah mereka hidayahmu. Sesungguhnya mereka tidak mengerti. Jadikanlah keturunan mereka sebagai orang yang menyembahMu”
Lagi-lagi kita akan membandingkan zaman sekarang dengan era Rasulullah. Memang sangat jauh dan derajat  keimanan kita tidak ada secuil biji sawi pun dibanding mereka.
Sabar memang pahit. Hitam milik orang lain akan terus terlihat jelas melahirkan pandangan bengis dan kritik sadis. Kata maaf sangat berat dan tidak mau menyatakan kesalahan diri. Karenanya, kita harus belajar dari Iblis. Seorang sufi pernah berdialog dan mendengar pengakuan mulia sang IBLIS, Iblis berkata :

Saya lebih senang menyematkan semua kesalahan ditunjukkan kepada dirku, daripada mengaku-ngaku benar ‘sebuah klaim kebenaran’, karena semua kebenaran hanya milik Allah semata.

Andai seumur hidup, kita tidak pernah melaknat iblis sekalipun, niscaya amal baik kita tidak akan berkurang atau bertambah sedikitpun.
Masih ingat dengan biografi sang pecinta sejati Rbiah Adawiyyah, wanita solehah yang tidak mengenal rasa benci kepada siapapun?…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar